Rabu, 27 November 2013

SELAYANG PANDANG

Namaku Aas Siti Aisyah, aku terlahir dari sepasang suami istri bernama Eman Sukirman dan Juju Juarsih di Desa Ranj Wetan pada hari rabu, 14 Oktober 1996. Alamat rumahku berada di Desa Ranji Wetan Kec. Kasokandel Kab. Majalengka. aku suka membaca buku-buku cerita seperti novel,cerpen atau dongeng dan aku juga suka menulis cerita. Cita-citaku ingin menjadi seorang guru dan membuat yayasan pendidikan sendiri.
    Dulu aku bersekolah di SDN Ranji Wetan 4 selama 6 tahun. Kemudian aku melanjutkan pendidikan di MTsN Ciwaringin Cirebon dan mondok di sebuah pesantren bernama Pondok Pesantren Putri Assa'adah selama 3 tahun dan sekarang saya bersekolah di MAN Sukamanah Tasikmalaya kelas XI Agama 1dan tinggal di Pesantren Perguruan KH. Zaenal Musthafa Sukamanah.

QISHAS

a)        Pengertian
Qishash adalah istilah dalam Hukum Islam yang berarti pembalasan, mirip dengan istilah "hutang nyawa dibayar nyawa". Dalam kasus pembunuhan hukum qisas memberikan hak kepada keluarga korban untuk meminta hukuman mati kepada pembunuh.  
Dasarnya adalah: "Hai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kamu qishash atas orang-orang yang dibunuh. Orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Barangsiapa mendapat ma'af dari saudaranya, hendaklah yang mema'afkan mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik,” (QS. Al-baqarah : 178)
"Dan Kami tetapkan atas mereka di dalamnya (Taurat) bahwa jiwa dibalas dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka pun ada Qisasnya. Barangsiapa yang melepaskan hak Qisas, maka melepaskan hak itu jadi penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka adalah orang-orang yang zalim."(QS. Al-Maaidah: 45)
Meski demikian dikatakan Al Qur'an bila hak qishash dilepaskan oleh korban maka itu menjadi penebus dosa bagi mereka. Keluarga korban dapat memaafkan pembunuh dan meminta penebus dalam bentuk materi.
Hukuman qishash adalah sama seperti hukuman hudud juga, yaitu hukuman yang telah ditentukan oleh Allah di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits. Hukuman qishash ialah kesalahan yang yang di kenakan hukuman balas. Membunuh dibalas dengan bunuh (nyawa dibalas dengan nyawa), melukakan dibalas dengan melukakan, mencederakan dibalas dengan mencederakan.
b)        Macam-Macamnya
Qishash ada 2 macam :
1)        Qishash jiwa, yaitu hukum bunuh bagi tindak pidana pembunuhan.
2)        Qishash anggota badan, yakni hukum qishash atau tindak pidana melukai, merusakkan anggota badan, atau menghilangkan manfaat anggota badan.
c)         Syarat-Syarat Qishash
1)        Pembunuh sudah baligh dan berakal (mukallaf). Tidak wajib bagi anak kecil atau orang gila, sebab mereka belum dan tidak berdosa.
2)        Pembunuh bukan bapak dari yang terbunuh. Tidak wajib qisas bapak yang membunuh anaknya. Tetapi wajib qishash bila anak membunuh bapaknya.
3)        Orang yang dibunuh sama derajatnya, Islam sama Islam, merdeka dengan merdeka, perempua dengan perempuan, dan budak dengan budak.
4)        Qishash dilakukan dalam hal yang sama, jiwa dengan jiwa, anggota dengan anggota, seperti mata dengan mata, telinga dengan telinga.
5)        Qishash itu dilakukan dengan jenis barang yang telah digunakan oleh yang membunuh atau yang melukai itu.
6)        Orang yang terbunuh itu berhak dilindungi jiwanya, kecuali jiwa orang kafir, pezina mukhshan, dan pembunuh tanpa hak. Hal ini selaras hadits rasulullah, ‘Tidakklah boleh membunuh seseorang kecuali karena salah satu dari tiga sebab: kafir setelah beriman, berzina dan membunuh tidak dijalan yang benar/aniaya’ (HR. Turmudzi dan Nasaâi’)
7)        Pembunuhan olah massa / kelompok orang. Sekelompok orang yang membunuh seorang harus di qisas, dibunuh semua.

HUDUD

a)        Pengertian
Hudud adalah bentuk jama’ dari kata hadd yang berarti mencegah. Disebut hudud karena hukuman itu dapat mencegah terjadinya perbuatan yang mengakibatkan jatuhnya hukuman.
Adapun menurut syara’, hudud adalah hukuman yang terukur atas berbagai perbuatan tertentu, atau hukuman yang telah dipastikan bentuk dan ukurannya dalam syariat, baik hukuman itu karena melanggar hak Allah maupun merugikan hak manusia
b)        Macam-Macamnya
Hudud dibagi menjadi enam, yaitu:
1)        Zina dan liwâth (homoseksual dan lesbian);
Hadd zina ada dua macam, hukuman cambuk disertai pengasingan dan hukuman rajam (dilempari batu sampai mati).
Jika pelaku zina seorang perawan atau perjaka bukan muhshan (sudah menikah), dan orang merdeka, haddnya berupa cambuk sebanyak seratus kali sesuai dengan firman Allah: “Deralah masing-masing dari keduanya seratus kali” (QS. An-Nuur: 2), dan di asingkan selama setahun, ketentuan pengasingan ini sesuai dengan hadits Nabi: “Perzinaan yang dilakukan oleh lelaki perjaka dengan wanita perawan (Gadis) hukumannya seratus kali deraan dan dibuang selama setahun” (Hr. Muslim)
Sedangkan jika perzinaan itu dilakukan oleh wanita yang telah menikah (muhshan), maka hadd atas kedua pelakunya adalah dirajam sampai mati.
2)        Al-Qadzaf (menuduh zina orang lain);
Sanksi bagi pelaku qadzaf adalah cambuk 80 kali, sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an: “....maka deralah mereka delapan puluh kali” (QS. An-Nuur: 4)
3)        Minum khamr
Peminum khamr dijatuhi sanksi cambuk sebanyak 40 kali dan boleh dilebihkan dari jumlah itu.
4)        Pencurian
Tindak pencurian dikenai sanksi potong tangan jika telah memenuhi ‘syarat syarat pencurian’ yang wajib dikenai potong tangan. Adapun jika pencurian itu belum memenuhi syarat, pencuri tidak boleh dikenai sanksi potong tangan. Misalnya, orang yang mencuri karena kelaparan, mencuri barang-barang milik umum, belum sampai nishâb (1/4 dinar), dan lain sebagainya tidak boleh dikenai hokum potong tangan.
5)        Murtad
Pelaku murtad dikenai hukuman mati jika tidak mau bertobat dan kembali ke pangkuan Islam dalam tenggat waktu tertentu. Hanya saja, syariah tidak membatasi tenggat waktu yang diberikan kepada si murtad untuk kembali kepada Islam. Pelaku tindak hirâbah (pembegalan) diberi sanksi berdasarkan tindak kejahatan yang ia lakukan. Jika mereka hanya mengambil harta saja, hukumannya adalah dipotong tangan kanan dan kaki kiri. Jika mereka hanya menebar teror dan ketakutan saja, dikenai hukuman pengasingan (deportasi ke tempat yang jauh). Jika mereka melakukan pembunuhan saja, sanksinya hukuman mati.
6)        Hirabah atau bughat.
Pelaku bughât (memberontak) diperangi sampai mereka kembali ke pangkuan Islam atau ke pangkuan Khilafah yang sah. Hanya saja, perang melawan pelaku bughât berbeda dengan perang melawan orang kafir. Perang melawan pelaku bughât hanyalah perang yang bersifat edukatif, bukan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu, pelaku bughât tidak boleh diserang dengan senjata pemusnah massal atau serbuan nuklir dan roket; kecuali jika mereka menggunakan arsenal seperti ini. Jika mereka melarikan diri dari perang, mereka tidak boleh dikejar dan ditumpas sampai habis. Harta mereka tidak boleh dijadikan sebagai ghanîmah.

Makanan Halal dan minuman Haram

                a.   Makanan Yang Dihalalkan Allah SWT.
Segala jenis makanan apa saja yang ada di dunia halal untuk dimakan kecuali ada  larangan  dari Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW untuk dimakan. Agama Islam  menganjurkan kepada pemeluknya untuk memakan makanan yang halal dan baik.  Makanan “halal” maksudnya makanan yang diperoleh dari usaha yang diridhai Allah.  Sedangkan makanan yang baik adalah yang bermanfaat bagi tubuh, atau makanan bergizi.
Makanan yang enak dan lezat belum tentu baik untuk tubuh, dan boleh jadi makanan  tersebut berbahaya bagi kesehatan. Selanjutnya makanan yang tidak halal bisa mengganggu  kesehatan rohani. Daging yang tumbuh dari makanan haram, akan dibakar di hari kiamat  dengan api neraka.
Makanan halal dari segi jenis ada tiga :
1.         Berupa hewan yang ada di darat maupun  di laut, seperti kelinci, ayam, kambing, sapi, burung, ikan.
2.         Berupa nabati (tumbuhan)  seperti padi, buah-buahan, sayur-sayuran dan lain-lain.
3.         Berupa hasil bumi yang lain  seperti garam semua.
Makanan yang halal dari usaha yang diperolehnya, yaitu :
1.         Halal makanan yang diperoleh dari usaha yang lain seperti bekerja sebagai buruh, petani, pegawai, tukang, sopir, dll.
2.         Halal makanan dari mengemis yang diberikan secara ikhlas, namun pekerjaan itu halal , tetapi dibenci Allah seperti pengamen.
3.         Halal makanan dari hasil sedekah, zakat, infak, hadiah, tasyakuran, walimah, warisan, wasiat, dll.
4.         Halal makanan dari rampasan perang yaitu makanan yang didapat dalam peperangan (ghoniyah).
b.        Makanan yang Diharamkan Allah SWT.
Makanan yang diharamkan agama, yaitu makanan dan minuman yang diharamkan  di dalam Al Qur’an dan Al Hadist, bila tidak terdapat petunjuk yang melarang, berarti halal.
Haramnya makanan secara garis besar dapat dibagi dua macam :
1.         Haram ini, ditinjau dari sifat benda seperti daging babi, darang, dan bangkai. Haram karena sifat tersebut, ada tiga :
a)        Berupa hewani yaitu haramnya suatu makanan yang berasal dari hewan seperti daging babi, anjing, ulat, buaya, darah hewan itu, nanah dll.
b)        Berupa nabati (tumbuhan), yaitu haramnya suatu makanan yang berasal dari tumbuhan seperti kecubung, ganja, buah, serta daun beracun. Minuman buah aren, candu, morfin, air tape yang telah bertuak berasalkan ubi, anggur yang menjadi tuak dan jenis lainnya yang dimakan banyak kerugiannya.
c)        Benda yang berasal dari perut bumi, apabila dimakan orang tersebut, akan mati atau membahayakan dirinya, seperti timah, gas bumi. Solar, bensin, minyak tanah, dan lainnya.
2.         Haram sababi, ditinjau dari hasil usaha yang tidak dihalalkan olah agama. Haram sababi banyak macamnya, yaitu :
a)        Makanan haram yang diperoleh dari usaha dengan cara dhalim, seperti mencuri, korupsi, menipu, merampok, dll.
b)        Makanan haram yang diperoleh dari hasil judi, undian harapan, taruhan, menang togel, dll.
c)        Hasil haram karena menjual makanan dan minuman haram seperti daging babi, , miras, kemudian dibelikan makanan dan minuman.
d)       Hasil haram karena telah membungakan dengan riba, yaitu menggandakan uang.
e)        Hasil memakan harta anak yatim dengan boros / tidak benar.
  Manfaat Makanan Halal
Makanan yang halalan thoyyibah atau halal dan baik serta bergizi tentu sangat berguna bagi kita, baik untuk kebutuhan jasmani dan rohani.. Hasil dari makanan minuman yang halal sangat membawa berkah, barakah bukan berarti jumlahnya banyak, meskipun sedikit, namun uang itu cukup untuk mencukupi kebutuhan sahari-hari dan juga bergizi tinggi. Bermanfaat bagi pertumbuhan tubuh dan perkembangan otak. Lain halnya dengan hasil dan jenis barang yang memang haram, meskipun banyak sekali, tapi tidak barokah, maka Allah menyulitkan baginya rahmat sehingga uangnnya terbuang banyak hingga habis dalam waktu singkat.
Diantara beberapa manfaat menggunakan makanan dan minuman halal, yaitu :
a.         Membawa ketenangan hidup dalam kegiatan sehari-hari,
b.        Dapat menjaga kesehatan jasmani dan rohani,
c.         Mendapat perlindungan dari Allah SWT.
d.        Mendapatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT,
e.         Tercermin kepribadian yang jujur dalam hidupnya dan sikap apa adanya,
f.         Rezeki yang diperolehnya membawa barokah dunia akhirat.
2.4.       Mudharat Makanan Haram
Makanan dan minuman haram, selain dilarang oleh Allah, juga mengandung lebih  banyak mudharat (kejelekan) daripada kebaikannya. Hasil haram meskipun banyak, namun  tidak barokah atau cepat habis dibandingkan yang halal dan barokah.
Dan juga makan haram merugikan orang lain yang tidak mengetahui hasil dari perbuatan haram itu. Sehingga teman, kerabat iktu terkena getahnya. Dan juga yang mencari rezeki haram tidak tenang dalam hidupnya apalagi dalam jumlah bayak dan besar karena takut diketahui dan mencemarkan nama baiknya dan keluarga sanak familinya.
Ada beberapa mudlarat lainnya, yaitu :
a.         Doa yang dilakukan oleh pengkonsumsi makanan dan minuman haram, tidak mustajabah (maqbul).
b.        Uangnya banyak, namun tidak barokah, diakibatkan karena syetan mengarahkannya kepada kemaksiatan dengan uang itu.
c.         Rezeki yang haram tidak barokah dan hidupnnya tidak tenang.
d.        Nama baik, kepercayan, dan martabatnya jatuh bila ketahuan.
e.         Berdosa, karena telah melanggar aturan Allah.
f.         Merusak secara jasmani dan rohani kita.

Selasa, 26 November 2013

JUAL BELI

       Jual beli dalam bahasa arab disebut ba’i yang secara bahasa adalah tukar menukar, sedangkan menurut istilah adalah tukar menukar atau peralihan kepemilikan dengan cara pergantian menurut bentuk yang diperbolehkan oleh syara’ atau menukarkan barang dengan barang atau barang dengan uang, dengan jalan melepaskan hak milik dari seseorang terhadap orang lainnya atas kerelaan kedua belah pihak. Hukum melakukan jual beli adalah boleh (جواز) atau (مباح), sesuai dengan firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 275:

وأحل الله البيع وحرم الربا
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”
 Dan hadist Nabi yang berasal dari Rufa’ah bin Rafi’ .Menurut riwayat al- Bazar yang disahkan oleh al-Hakim:

أن النبى صلى الله عليه وسلم سئل أى الكسب أطيب قال عمل الرجل بيده وكل بيع مبرور

Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW, pernah ditanya tentang usaha apa yang paling baik; nabi berkata: “Usaha seseorang dengan tangannya dan jual beli yang mabrur”.

 B. Rukun Jual beli
1. Adanya ‘aqid (عاقد) yaitu penjual dan pembeli.
2. Adanya ma’qud ‘alaih yaitu adanya harta (uang) dan barang yang dijual.
3. Adanya sighat (صيغة) yaitu adanya ijab dan qobul. Ijab adalah penyerahan penjual kepada pembeli sedangkan qobul adalah penerimaan dari pihak pembeli.
Bagi orang yang melakukan akad disyaratkan cakap melakukan akad. Maka tidak sah anak kecil dan orang gila serta orang bodoh melakukan akad jual beli. Dan juga disyaratkan suka sama suka. Maka tidak sah jual beli orang yang hanya dipaksa, kecuali dipaksa dengan cara yang benar.
Misalkan bila ia dipaksa untuk menjual harta guna melunasi hutang atau membeli sesuatu yang sudah disetujuinya. Maka penguasa boleh memaksanya untuk menjual
atau membelinya. Adapun sighat yaitu ijab dan kabul seperti perkataan penjual, “saya jual kepadamu atau saya serahkan kepadamu.” Dan perkataan pembeli, “saya terima atau saya beli.” Tidak sah serah terima sebagaimana yang bisa berlangsung dikalangan masyarakat, karena tidak ada sighat (ijab kabul).
Ibnu Syurairah berkata, “serah terima adalah sah mengenai barang-barang dagangan yang remeh (tak berharga) dan biasa dilakukan orang-orang. Ini adalah pendapat Ar-Ruyani dan lainnya.
Malik menyatakan, “sah jual beli pada setiap barang yang dianggap orang banyak sebagai jual beli. Ibnu Ash-Shabbaugh menyetujui pendapat ini.
An-Nawawi menegaskan, “yang disetujui oleh ibnu Ash-Shabbagh itulah yang kuat dan terpilih sebagai dalil, karena syara’ tidak mensyaratkan lafal. Maka kita wajib kembali kepada kebiasaan. Termasuk kebiasaan yang umum terjadi ialah mengirim anak-anak kecil untuk membeli kebutuhan-kebutuhan. Kebiasaan ini berlangsung dinegri-negri lain. Kebutuhan mendesak menyebabkan terjadinya hal itu. Maka hal itu patut digolongkan dalam jenis serah terima. Apabila terdapat syarat sighat untuk itu, maka jual belinya sah dengan syarat barang itu dibeli dengan harga yang pantas. Mereka berdalil bahwa wanita-wanita yang mengenakan hijab menyuruh anak-anak kecil di zaman Umar ra. Untuk membeli kebutuhan-kebutuhannya dan Umar tidak menyalahkan. 
 C. macam-macam jual beli
Ada tiga macam jual beli:
1.      Menjual barang yang dapat dilihat. Hukumnya boleh jika barang yang dijual suci, bermanfaat dan memenuhi rukun jual beli.
2.      Menjual sesuatu yang ditentukan sifatnya dan diserahkan kemudian. Ini adalah jenis “salam” (pembayarannya lebih jual beli ini tidak boleh dulu), hukumnya boleh.
3.      Menjual barang yang tidak ada dan tidak dapat dilihat oleh penjual dan pembeli atau salah satu dari mereka. Atau barangnya ada, tetapi tidak diperlihatkan. Maka jual beli ini tidak boleh, karena penjualan yang tersembunyi yang dilarang. Penjualan gharar adalah penjualan yang tidak diketahui. 
 D. macam-macam jual beli terlarang
1. Jual beli gharar
            Adalah jual beli yang mengandung unsur penipuan dan penghianatan. Hadist Nabi dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim:

نهى رسول الله صلى الله عليه وسلم عن بيع الحصاة وعن بيع الغرر.

2. Jual beli mulaqih (الملاقيح)
Adalah jual beli dimana barang yang dijual berupa hewan yang masih dalam bibit jantan sebelum bersetubuh dengan betina. Hadist dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh al-Bazzar:

أن رسول الله صلى الله عليه وسلم نهى عن بيع المضامين والملاقيح
3. Jual beli mudhamin (المضامين) Adalah jual beli hewan yang masih dalam perut induknya,
4. Jual beli muhaqolah (المحاقلة) Adalah jual beli buah buahan yang masih ada di tangkainya dan belum layak untuk dimakan.
5. Jual beli munabadzah (المنابذة) Adalah tukar menukar kurma basah dengan kurma kering dan tukar menukar anggur basah dengan anggur kering dengan menggunakan alat ukur takaran.
6. Jual beli mukhabarah (المخابرة) Adalah muamalah dengan penggunaan tanah dengan imbalan bagian dari apa yang dihasilkan oleh tanah tersebut.
7. Jual beli tsunaya (الثنيا) Adalah jual beli dengan harga tertentu, sedangkan barang yang menjadi objek jual beli adalah sejumlah barang dengan pengecualian yang tidak jelas.
8. Jual beli ‘asb al-fahl (عسبالفحل)  Adalah memperjual-belikan bibit pejantan hewan untuk dibiakkan dalam rahim hewan betina untuk mendapatkan anak.
9. Jual beli mulamasah (الملامسة) Adalah jual beli antara dua pihak, yang satu diantaranya menyentuh pakaian pihak lain yang diperjual-belikan waktu malam atau siang.
10. Jual beli munabadzah (المنابذة) Adalah jual beli dengan melemparkan apa yang ada padanya ke pihak lain tanpa mengetahui kualitas dan kuantitas dari barang yang dijadikan objek jual beli.
11. Jual beli ‘urban (العربان) Adalah jual beli atas suatu barang dengan harga tertentu, dimana pembeli memberikan uang muka dengan catatan bahwa bila jual beli jadi dilangsungkan akan membayar dengan harga yang telah disepakati, namun kalau tidak jadi, uang muka untuk penjual yang telah menerimanya terlebih dahulu.
12. Jual beli talqi rukban (الركبان) Adalah jual beli setelah pembeli datang menyongsong penjual sebelum ia sampai di pasar dan mengetahui harga pasaran.
13. Jual beli orang kota dengan orang desa (بيع حاضر لباد) Adalah orang kota yang sudah tahu harga pasaran menjual barangnya pada orang desa yang baru datang dan belum mengetahui harga pasaran.
14. Jual beli musharrah (المصرة) Musharrah adalah nama hewan ternak yang diikat puting susunya sehingga kelihatan susunya banyak, hal ini dilakukan agar harganya lebih tinggi.
15. Jual beli shubrah (الصبرة) Adalah jual beli barang yang ditumpuk yang mana bagian luar terlihat lebih baik dari bagian dalam.
16. Jual beli najasy (النجش) Jual beli yang bersifat pura-pura dimana si pembeli menaikkan harga barang , bukan untuk membelinya, tetapi untuk menipu pembeli lainnya agar membeli dengan harga yang tinggi.
E. syarat-syarat jual beli
Agar jual beli sah, harus memenuhi syarat-syaratnya. 
1.      Syarat-syarat pelaku akad

a) Baligh (berakal)
Allah SWT berfirman:

 وَلاتُؤْتُوْا السّفَهَاء اَمْوَالَـكُمُ الّتِى جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا... (النساء: ٥(

“Dan janganlah kamu berikan hartamu itu kepada orang yang bodoh (belum sempurna akalnya) harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.” (Q.S. an-Nisa: 5)
Ayat diatas menunjukkan bahwa orang yang bukan ahli tasaruf tidak boleh melakukan jual beli dan melakukan akad (ijab qobul). Pelaku akad disyariatkan seorang yang berakal dan bisa membedakan. Maka tidak sah akad jual beli oleh orang gila dan orang mabuk serta anak kecil yang tidak dapat membedakan. Apabila orang gila itu kadang sadar dan kadang gila, maka akad ketika gila tidak sah. Akad anak kecil yang bisa membedakan (tamyiz) adalah sah dan tergantung pada izin wali. Jika walinya mengizinkannya maka akadnya sah menurut syara’.
b) Beragama
Islam, hal ini berlaku untuk pembeli (kitab suci al-Qur’an/budak muslim) bukan penjual, hal ini dijadikan syarat karena dihawatirkan jika orang yang membeli adalah orang kafir, maka mereka akan merendahkan atau menghina islam dan kaum muslimin.
 c) Tidak dipaksa 
 2.syarat-syarat barang yang dijual beikan
Enam syarat untuk dijual belikan:
a.       Bendanya suci.
b.      Dapat dimanfaatkan.
c.       Milik penuh penjualnya.
d.      Kemampuan untuk menyerahkannya.
e.       Barangnya diketahui.
f.       Barangnya diketahui.
Pertama, barangnya harus suci. Maka haram menjual khamar, bangkai, babi, dan tulang. Fuqaha Hanafi dan Dhahiri mengecualikan setiap benda yang bermanfaat dan hala menurut syara’. Merekamenyatakan: boleh menjual kotoran hewan dan sampah yang najis, tetapi yang sangat dibutuhkan untuk digunakan di kebun-kebun dan dimanfaatkan sebagai bahan bakar dan pupuk. Boleh menjual benda najis yang dimanfaatkan untuk selain makan dan minum, seperti minyak yang najis dan dimanfaatkan untuk bahan penerang dan zat, bahan pewarna yang najis, lalu dijual untuk mewarnai dan sebagainya selamapemanfaatannya tidak untuk dimakan.
Kedua, barangnya harus dapat dimanfaatkan.Maka tidak boleh menjual serangga, ular dan tikus, kecuali bila dimanfaatkan. Diperbolehkan menjual kucing, macan tutul dan singa serta binatang yang layak untuk diburu atau dimanfaatkan kulitnya dan boleh menjual gajah untuk angkutan. Boleh menjual burung kakak tua, merak dan burung yang indah bentuknya, meskipun tidak dikalimatkan. Karena dapat menghibur dengan suaranya dan memandang bentuknya yang merupakan tujuan utamanya. 
Tidak boleh menjual anjing, karena Rasulullah Saw.  Melarang hal itu, selain anjing yang dilatih dan yang boleh dipelihara seperti anjing penjaga dan anjing penunggu tanaman.  Abu Hanifa mengatakan : boleh menjualnya.
Ketiga, barang yang
dijual belikan milik penjual atau diizinkan menjual oleh pemiliknya. Jika berlangsung penjualan atau pembelian sebelum mendapat izin, maka ini dianggap tindakan orang yang lancang. Misalnya: suami menjual barang milik istri tanpa izinnya atau membeli barang tanpa izin darinya.
Misalnya seorang yang menjual barang milik orang lain disaat orang itu tidak ada atau membeli sesuatu tanpa izin darinya seperti yang biasa terjadi. Akad orang yang lancang dianggap sah. 
Keempat, barang yang dijual dapat diserahkan secara nyata menurut syara’. Maka barang yang tidak dapat diserahkan secara nyata, tidak sah dijual seperti ikan di dalam air. 
Kelima, barang dan harganya harus diketahui, karena Nabi Saw. Melarang menjual barang yang tidak jelas keadaannya. Dan untuk menghindari penipuan jual beli, disyaratkan diketahui benda, jumlah dan sifatnya. Keenam, barang yang dijual harus dikuasai, jika telah diperoleh dengan pertukaran.
            F.  Khiyar
Khiyar adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan jual belinya atau membatalkannya karena adanya suatu hal. 
G. Macam Macam Khiyar
1. Khiyar Majlis
Adalah hak memilih bagi penjual dan pembeli untuk meneruskan atau membatalkan akad selama masih berada di tempat akad dan kedua belah pihak belum berpisah.
 2. Khiyar Syarat
 Khiyar syarat yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya dengan syarat tertentu
3. Khiyar’Aib
Khiyar ’aib yaitu hak memilih antara meneruskan jual beli atau membatalkannya yang disebabkan karena adanya cacat pada barang yang dijual.